Gorontalo —(kabarsindikat) Video viral Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Wahyudin Moridu, yang dengan enteng mengatakan dirinya sedang “merampok uang negara” saat dalam perjalanan dinas, bukan sekadar persoalan mabuk dan bicara ngawur. Ucapan itu adalah cermin bobroknya moral sebagian pejabat publik yang lupa bahwa jabatan adalah amanah rakyat, bukan tiket untuk mempermalukan institusi negara.(20/09)
Alasan Wahyudin bahwa dirinya dalam keadaan mabuk ketika mengucapkan kalimat itu justru mempertegas bahwa ia tidak memiliki kontrol moral, etika, dan kehormatan pribadi. Seorang wakil rakyat yang dipilih dan digaji dari keringat rakyat tidak bisa berlindung di balik dalih mabuk. Justru, dengan mengaku mabuk, ia membuka borok bahwa dirinya tidak pantas duduk di kursi legislatif.
Pejabat publik yang mabuk di ruang sosial lalu dengan sadar atau tidak sadar berkata “merampok uang negara” jelas mencoreng kepercayaan masyarakat. Mabuk hanya memperlihatkan wajah asli: bahwa merampok uang negara dianggap lumrah, bahkan bisa jadi bahan bercandaan.
Pengkhianatan Terhadap Amanah
Ucapan Wahyudin bukan sekadar “salah kata”, melainkan pengkhianatan moral terhadap sumpah jabatannya.
Saat dilantik, ia bersumpah akan memperjuangkan kepentingan rakyat, menjaga kehormatan lembaga, dan menggunakan wewenangnya dengan penuh tanggung jawab. Dengan mulutnya sendiri ia menginjak-injak sumpah itu.
Kalimatnya yang berbunyi:
“Kita rampok aja uang negara ini. Kita habiskan aja biar negara ini semakin miskin.”
adalah sebuah ejekan terang-terangan kepada rakyat. Ia seolah mengatakan bahwa rakyat tak perlu dipedulikan, karena uang negara — yang sejatinya uang rakyat — bisa dihamburkan seenaknya.
Lembaga Tercoreng, Publik Dipermalukan
DPRD sebagai lembaga terhormat kini kembali tercoreng gara-gara ulah satu orang yang tidak mampu menjaga mulut dan moralnya. Wibawa lembaga hancur, rakyat Gorontalo dipermalukan di hadapan publik nasional. Yang lebih memalukan, klarifikasi dan permintaan maafnya terdengar lebih seperti pembelaan diri ketimbang penyesalan mendalam.
Seorang pejabat publik yang benar-benar sadar kesalahannya tidak akan mencari alasan, tetapi siap menerima sanksi paling berat demi memulihkan marwah lembaga dan harga diri rakyat.
Publik Gorontalo tidak butuh klarifikasi, tidak butuh drama permintaan maaf. Yang dibutuhkan adalah tindakan tegas: pencopotan jabatan, sanksi etika, hingga pengusiran dari parlemen bila perlu. Bila Badan Kehormatan DPRD hanya memberi teguran ringan, maka lembaga ini akan dicap sebagai pelindung moral bobrok pejabat.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi masyarakat Gorontalo dan Indonesia secara umum: berhati-hatilah memilih wakil rakyat. Jangan sampai jabatan publik terus diisi oleh mereka yang menjadikan kekuasaan sebagai alat mabuk-mabukan, bercanda dengan uang rakyat, dan mempermainkan kehormatan bangsa.
Moral pejabat adalah moral rakyat. Jika pejabat berani bercanda soal merampok uang negara, maka sejatinya ia sudah merampok rasa percaya seluruh rakyat.
Sonni Samoe
Pendiri LSM LABRAK
TIM.MEDIA PW Investigasi